Berbagai peristiwa Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia

Berbagai peristiwa Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia - Sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 2 Nov 1949, Indonesia berbentuk negara serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Ris terdiri atas 16 negara bagian, mempunyai Undang-Undang Dasar sendiri, dan berbentuk federasi dengan ciri adanya seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan dan presiden sebagai kepala negara.


Adapun negara-negara bagian yang tergabung dalam RIS, yaitu :
  1. Negara Republik Indonesia, yang meliputi daerah menurut status quo seperti dimaksud dalam perjanjian Renville;
  2. Negara Indonesia Timur;
  3. Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta;
  4. Negara Jawa Timur;
  5. Negara Madura;
  6. Negara Sumatera Timur, termasuk daerah status quo Asahan Selatan dan Labuhan Batu; dan
  7. Negara Sumatera Selatan.
Selain itu ada satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri, seperti Jawa Tengah, Bangka, Belitung,
Riau, Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar , Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur.

Yang menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah Ir. Soekarno, perdana menteri RIS yaitu M. Hatta, dan Mr. Asaat (ketua KNIP) sebagai Pemangku Jabatan Presiden Republik Indonesia. Namun RIS ini tidak bertahan lama. Penyebabnya adalah bentuk negara serikat dianggap tidak sesuai dengan Indonesia.

foto pengakuan kedaulatan atas Indonesia
Penandatangan pengakuan kedaulatan atas Indonesia oleh Belanda

Proses kembalinya Republik Indonesia sebagai negara kesatuan

Dari semula 16 negara bagian, pada tanggal 5 April 1950, RIS hanya tinggal tiga negara bagian, yaitu ; Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur, dan Negara Indonesia Timur. Sebagian besar negara-negara bagian RIS bergabung ke negara Republik Indonesia. Hal tsb memungkinkan karena didalam Konstitusi RIS, ada pasal yang memperbolehkan penggabungan daerah yang satu dengan daerah yang lain, maupun negara yang satu dengan negara yang lain, asalkan dikehendaki oleh rakyatnya dan diatur dengan Undang-Undang Federal.

Akhirnya, pada tanggal 19 mei 1950, dicapai persetujuan antara Republik Indonesia (RI) dan Republik Indonesia Serikat (RIS), tentang kesepakatan untuk membentuk negara kesatuan. Bulan Agustus 1950, dibacakan piagam terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konstitusi RIS lalu diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 (UUDS 1950). UUDS 1950 ini berlaku sampai Dekrit Presiden tahun 1959. 

Masa Demokrasi Liberal.

Masa demokrasi liberal berlangsung di tahun 1950 sampai 1959. Ditandai dengan banyaknya partai (multi partai). Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer dengan kabinet ministerial. Dampak dari kondisi politik yang tidak stabil ketika itu adalah gonta-ganti kabinet.


  • Kabinet Natsir (September 1950 - Maret 1951).
  • Kabinet Sukiman (April 1951 - Februari 1952).
  • Kabinet Wilopo (April 1952 - Juni 1953).
  • Kabinet Ali Sastroamijoyo I ( Juli 1953 - Agustus 1955).
  • Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 - Maret 1956)
  • Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956 -Maret 1957).
  • Kabinet Juanda (Maret 1957 - Juli 1959).

Di daerah berkembang ketidakpuasan ke pemerintah pusat karena merasa kurang diperhatikan, yang kemudian menjurus ke upaya pemberontakan untuk memisahkan diri dari NKRI.

Pemilihan Umum yang pertama (Pemilu I) di Indonesia tahun 1955 di tingkat pusat dan daerah.

Pemilu I di Indonesia tahun 1959 dilaksanakan pada masa kabinet Burhanudin Harahap dan diikuti oleh 28 partai. tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Parlemen, dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante (Dewan Pembentuk Undang-Undang Dasar)

Empat partai yang muncul sebagai pemenang dalam Pemilu 1955 tsb adalah: Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Masa Demokrasi Terpimpin.

Menyikapi keadaan negara ketika itu, terutama belum selesainya Undang-Undang Dasar baru buatan dewan Konstituante, Presiden Soekarno mengajukan konsep baru, yaitu demokrasi terpimpin. Konsepsi ini diajukan oleh Presiden Soekarno di hadapan para pemimpin partai dan tokoh masyarakat di Istana Merdeka pada tanggal 21 Februari 1957.

Konsepsi ini mendapat reaksi keras dari berbagai pihak. Akibatnya, muncul berbagai macam
gerakan separatis, misalnya, Dewan Banteng (Sumatera Tengah), Dewan Garuda (Sumatera Selatan), dan Dewan Manguni (Sulawesi Utara).

Setelah Indonesia kembali kepada negara kesatuan, sistem politik yang berkembang ketika itu adalah demokrasi terpimpin yang digagas oleh Presiden Soekarno. Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 dijadikan dasar pembuatan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) oleh MPRS. Isi dari pidato pada peringatan hari kemerdekaan Indonesia tsb adalah konsep Manipol, yaitu Manifesto Politik Republik Indonesia. Lima intisari Manipol adalah UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi T erpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia (USDEK). Pada prakteknya, Idealisme negara yang terdapat pada UUD 1945 justru digeser oleh Manipol.

Beberapa penyelewengan yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin adalah : Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden, penunjukan Presiden Soekarno sebagai perdana menteri padahal UUD 1945 tidak mengenal adanya dualisme kepemimpinan antara kepala pemerintahan dan kepala negara, mendukung perkembangan PKI (Partai Komunis Indonesia) dan adanya konsep Nasakom (Nasionalis Sosialis Komunis), penetapan Presien Soekarno sebagai presiden seumur hidup oleh Sidang Umum MPRS tahun 1963, serta politik luar negeri Indonesia yang tidak bebas aktif tapi lebih codong ke blok timur/ komunis sosialis. Selain itu, pada tanggal 5 Maret 1960 DPR hasil Pemilu I tahun 1955 dibubarkan oleh Presiden Soekarno, karena menolak Rencana Anggaran Belanja Negara yang diajukan oleh pemerintah. Sebagai pengganti DPR hasil Pemilu I, Presiden melantik Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) pada tanggal 25 Juni 1960.

Satu-satunya kekuatan sosial politik terorganisasi yang mampu menghalangi PKI dalam usahanya merobohkan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila adalah TNI. Oleh karena itu, PKI berusaha menghancurkan TNI.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959

latar belakang atau alasan dikeluarkannya dekrit presiden 5 juli 1959 adalah untuk mengatasi kemelut yang terjadi pada negara Indonesia ketika itu, terutama suasana politik dan ekonomi. Gonta-ganti kabinet menyebabkan banyaknya ketidakpuasan di daerah-daerah sehingga memunculkan pemberontakan, konstituante yang bertugas mengganti UUDS 1950 dengan UUD baru, selalui menemui jalan buntu karena masing-masing partai hanya memikirkan kelompoknya saja. Kegoncangan dalam bidang politik ini merembet ke bidang ekonomi.

Merespon kemelut yang terjadi ketika itu, presiden Soekarno hadir dengan solusinya supaya Indonesia kembali memakai UUD 1945 sebagai UUD dasar. Sebenarnya rencana kembalinya ke UUD 1945 ini dikemukakan secara resmi oleh presiden Soekarno pada tgl 22 April 1959. Menyikapi pidato presiden tentang usulan kembali ke UUD ’45, konstituante mengadakan pemungutan suara sejak 30 mei 1959 tapi setelah beberapa kali sidang, tidak memperoleh hasil lantaran tidak memenuhi kuorum sebagai syarat sah suatu keputusan diambil.

Akhirnya, Dekrit presiden dikeluarkan dan didukung oleh TNI dan rakyat Indonesia. Isi dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu ; Pembubaran Konstituante, berlakunya kembali UUD 1945, dan pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Berbagai pemberontakan sebagai dampak dari persoalan yang berkembang pasca pengakuan kedaulatan Indonesia


Beberapa peristiwa akibat buruknya hubungan pemerintah pusat dan daerah, persaingan Ideologis, dan pergolakan sosial politikl, dari tahun 1950 sampai awal tahun 1960, antara lain :

Pemberontakan APRA

Di Bandung, gerakan yang menamakan diri sebagai Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) memberikan ultimatum kepada pemerintah RIS dan Negara Pasundan untuk diakui sebagai Tentara Pasundan. Mereka juga menolak rencana penggabungan Negara Pasundan dengan Republik Indonesia.

Tanggal 23 Januari 1950, gerombolan APRA menyerang kota Bandung, dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling. (Westerling pada tahun 1946 pernah memimpin pembunuhan massal terhadap rakyat Sulawesi Selatan). Anggota APRA terdiri dari bekas KNIL, pasukan payung, dan polisi Belanda. Mereka membunuh setiap anggota TNI yang mereka temui.

Pemberontakan Andi Azis.

Andi Azis adalah Letnan Ajudan Wali Negara Negara Indonesia Timur. Pada tanggal 30 Maret
1950, bersama dengan satu kompi anak buahnya diterima ke dalam APRIS. Ia diangkat sebagai komandan kompi dengan pangkat Kapten. Beberapa hari setelah pelantikan, Andi Azis bersama pasukannya dan didukung Batalyon KNIL yang tidak masuk APRIS mengadakan pemberontakan.

Latar belakang dari pemberontakan ini adalah sikap Andi Azis yang menolak masuknya pasukan-pasukan APRIS dari TNI ke Sulawesi Selatan. Ia juga berpendapat bahwa negara Indonesia Timur harus tetap dipertahankan. Untuk mengakhiri pemberontakan Andi Azis, pemerintah pusat mengirim pasukan yang  dipimpin Kolonel A.E. Kawilarang

Pemberontakan RMS

Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil berhasil mempengaruhi anggota-anggota KNIL untuk membentuk Republik Maluku Selatan (RMS).

Pemberontakan PRRI.

Penyebab langsung terjadinya pemberontakan PRRI adalah pertentangan antara pemerintah pusat dan beberapa daerah mengenai otonomi serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Pada tanggal 15 Februari 1958, Achmad Husein memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) d Padang. Proklamasi itu diikuti dengan pembentukan kabinet yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri, dan dengan anggota kabinet ; M. Natsir, Burhanuddin Harahap, Sumitro Djojoadikusumo, dan Simbolon.

Setelah beberapa kali diadakan operasi militer oleh TNI, pada tanggal 29 Mei 1958, Achmad Husein
dan pasukannya s ecara resmi menyerah, dan disusul para tokoh PRRI lainnya.

Pemberontakan Permesta.

Para tokoh militer di Sulawesi mendukung PRRI di Sumatera, kemudian memproklamasikan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Pelopor P ermesta adalah Letkol Vence Sumual . Pemberontak Permesta menguasai daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Agustus 1958 pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961.

Demikianlah materi kali ini mengenai peristiwa-peristiwa penting setelah pengakuan kedaulatan Indonesia. Semoga bermanfaat dan mohon diberikan sumber ke website ini (ardiyansarutobi.blogspot.co.id) jika Anda mengcopy tulisan di website ini. Terimakasih.