Ada beberapa cara atau usaha yang
dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada
kurun waktu 1945 – 1949. Secara garis besar, terbagi menjadi usaha berupa
perjuangan diplomasi atau perundingan dan jalur peperangan atau dengan kekuatan
bersenjata.
Berkat berbagai usaha atau upaya tsb
dalam mempertahankan kemerdekaan, dan izin Yang Maha Kuasa tentunya, Rakyat
Indonesia dapat mempertahankan kemerdekaan dari rongrongan Belanda, yang
ditandai dengan kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Pada bahasan
kali ini saya juga akan membagikan materi tentang faktor yang memaksa Belanda
keluar dari Indonesia ketika itu. Jadi tulisan saya kali ini akan panjang, saya
harap Anda tidak akan bosan ya, hehe.
Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Seperti yang sudah disinggung
diatas, cara mempertahankan kemerdekaan
Indonesia dilalui dengan 2 cara; diplomasi dan perang.
A. Aktifitas diplomasi Indonesia
di dunia internasional
Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati dilakukan mulai dari tanggal 10 November 1946 di
Linggarjati, dekat Cirebon. Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh
Perdana Menteri Sutan Syahrir sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Scermerhorn.
Perundingan tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris.
Hasil perundingan Linggarjati kemudian disahkan pada tanggal 25 Maret 1947. Berikut
ini beberapa keputusan Perundingan Linggarjati ;
a. Belanda mengakui secara de facto wilayah Indonesia meliputi Jawa,
Madura, dan Sumatra.
b. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara
Indonesia Serikat, dengan salah satu negara bagiannya adalah republik
Indonesia.
c. Republik Indonesia serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia
Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Sebelum terjadi perundingan Linggarjati, sebenarnya ada banyak
perundingan-perundingan yang dilakukan antara RI (misalnya presiden Soekarno,
dan sutan Sjahrir) dan Belanda (diwakili oleh Van Mook, wakil gubernur jendral Belanda
untuk Indonesia). Perbedaan pendapat terjadi, Indonesia ingin diakui sebagai negara
yang merdeka dan berdaulat, yang dapat menentukan nasib mereka sendiri, sedangkan
Belanda ingin menjadikan Indonesia salah satu negara pesemakmuran mereka. Perundingan
terus dilakukan, akhirnya dicapai titik temu dengan butir pengakuan secara de
facto atas jawa, madura, dan sumatra serta rencana pembentukan Uni Indonesia
Belanda, yang terdapat dalam perjanjian Linggarjati.
Konflik bersenjata antara Indonesia – Belanda telah terjadi lebih
dahulu sebelum ada perjanjian Linggarjati. Boleh dikatakan sejak AFNEI dan NICA
tiba di Indonesia. Yang menjadi penengah atau mediator dalam upaya mendamaikan
Indonesia dan Belanda ketika itu adalah pemerintah Inggris.
Perundingan Renville.
Pemerintah Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin sedangkan
Belanda diwakili oleh Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Hasil perundingan tersebut (8
Desember 1947 – 17 Januari 1948) adalah:
a. Pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda
sampai pada waktu yang
ditetapkan oleh Kerajaan Belanda untuk mengakui Negara Indonesia
b. wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis van
Mook),
b. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai
Republik Indonesia Serikat terbentuk,
c. kedudukan RIS dan Belanda
sejajar dalam Uni Indonesia-Belanda,
d. RI merupakan bagian dari RIS, dan
e. pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah
RI.
f. Akan diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah berbagai
penduduk di daerah-daerah Jawa, Madura, dan Sumatera menginginkan daerahnya bergabung
dengan RI atau negara bagian lain dari Negara Indonesia Serikat.
Perundingan Renville merupakan buntut dari Agresi Militer Belanda I. (Jika Anda tertarik membaca artikel tentang rumah, silahkan kunjungi : www.rumahboss.com)
Perundingan Roem-Royen.
Pada tanggal
7 Mei 1949 Mr. Moh. Roem selaku ketua delegasi Indonesia dan Dr. Van Royen
selaku ketua delegasi Belanda, berhasil membuat suatu perjanjian. Perjanjian Roem-Royen
akibat Agresi Militer Belanda II dan dimediasi oleh UNCI (komisi PBB untuk
Indonesia).
Pernyataan
Mr. Moh Roem dalam perundingan tsb ;
a.
Mengeluarkan perintah kepada “Pengikut Republik yang bersenjata” untuk
menghentikan
perang
gerilya.
b. Bekerja
sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
c. Turut
serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat
“penyerahan” kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara
Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat.
Pernyataan
Dr. Van Royen ;
a. Menyetujui
kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b. Menjamin
penghentian gerakan-gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik.
c. Tidak
akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang berada di daerahdaerah yang
dikuasai RI sebelum tanggal 19 Desember 1948 (AMB II) dan tidak akan meluaskan
negara atau daerah dengan merugikan Republik
d. Menyetujui
adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
e. Berusaha
dengan sungguh-sungguh agar Konferensi Meja Bundar segera diadakan setelah
Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
Konferensi Meja Bundar (KMB)
Pada tanggal
23 Agustus - 2 November 1949 diadakanlah Konferensi Meja Bundar di Den Haag
(Belanda). Sebagai ketua KMB adalah Perdana Menteri Belanda, Willem Drees.
Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, BFO di bawah pimpinan Sultan Hamid
II dari Pontianak, dan delegasi Belanda dipimpin Van
Maarseveen sedangkan dari UNCI sebagai mediator dipimpin oleh Chritchley.
Isi atau hasil dari perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar) adalah sebagai berikut.
1. Belanda
mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember
1949.
2. Mengenai
Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
3. Antara
RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia -Belanda yang
akan diketuai Ratu Belanda.
4. Segera
akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda.
5.
Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya.
Kemudian, Upacara
penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan atas Indonesia dilakukan pada
tanggal 27 Desember 1949, di waktu yang bersamaan di Indonesia dan di negeri
Belanda.
B. Perjuangan bersenjata rakyat dan pemerintah
di berbagai daerah (Indonesia Vs Belanda)
Baiklah, disini akan saya jelaskan beberapa
peristiwa penting dan peperangan bersenjata yang terjadi di baerbagai daerah
untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Akan saya ambil beberapa saja sebagai
contoh.
Perang Gerilya Jend. Soedirman
Rakyat dan TNI bersatu berjuang melawan Belanda
dengan siasat perang gerilya. Dengan di pimpin oleh Jenderal Soedirman,
dilaksanakanlah taktik serangan gerilya terhadap Belanda di sekitar JATENG s.d JATIM (Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Kediri ). Alat-alat
perhubungan seperti kawat-kawat telepon diputuskan, jalan-jalan kereta api di
rusak, jembatan: dihancurkan agar tidak dapat digunakan Belanda.
Serangan Umum 1 Maret
Ketika Belanda tidak mengindahkan Resolusi Dewan
Keamanan PBB tanggal 28 Januari 1949 tentang penghentian tembak menembak dan
mereka yakin bahwa RI tinggal namanya, dilancarkanlah Serangan Umum 1 Maret
1949 dibawah pimpinan letkol Soeharto, sebagai bukti bahwa RI masih ada dan TNI
masih kuat. Dalam serangan ini pihak RI berhasil memukul mundur kedudukan
Belanda di Yogyakarta selama 6 jam. Serangan tsb membuktikan kepada dunia
internasional bahwa RI masih ada & TNI masih Kuat.
Pertempuran Surabaya
Puncak dari pertempuran di Surabaya ketika itu terjadi
di tanggal 10 November 1945. Perang tsb antara sekutu (Inggris, dan Belanda)
dan masyarakat Surabaya. Salah satu yang memicu perang tgl 10 November adalah
kematian Brigadir Jenderal AW.S. Mallaby, yang berkewarganegaraan Inggris. Walaupun
digempur oleh sekutu dari darat, udara, dan laut, rakyat Surabaya berhasil
mempertahankan diri walaupun banyak korban berjatuhan dari pihak Indonesia.
Insiden Bendera di Surabaya.
Terjadi tanggal 19 September 1945. Insiden ini
berpangkal pada tindakan beberapa orang Belanda yang mengibarkan bendera merah
putih biru di atas Hotel Yamato di jalan Tunjungan.
Pertempuran Ambarawa.
Terjadi di Semarang tanggal 21 November 1945.
Pertempuran Medan Area dan sekitarnya.
Pertempuran terjadi pada bulan November - Desember 1945.
Selain di wilayah Medan, pertempuran juga terjadi di Padang, Bukittinggi, dan
Aceh.
Peristiwa Bandung Lautan Api.
Terjadi
sekitar bulan Maret 1946. Ketika itu TRI (Tentara Republik Indonesia)
membumihanguskan kota Bandung Lautan Selatan, sebagai bentuk perlawanan
terhadap sekutu.
Puputan Margarana (atau Perang Habis-habisan) di Bali.
Tokoh
pejuang yang memimpin rakyat Bali dalam menghadapi Belanda ketika itu adalah
Letkol I Gusti Ngurah Rai. Puncak peperangan terjadi pada tanggal 29 November
1946.
Peristiwa Westerling di Makassar
Pembentukan
negara boneka Indonesia timur ditentang oleh rakyat Indonesia di Makassar,
Sulawesi Selatan. Salah satu kekejian yang dilakukan oleh Belanda, adalah
ketika pasukan yang dipimpin oleh Raymond Westerling, membunuh sekitar 40 rb
rakyat sulawesi yang notabene warna sipil.
Baca Juga : Pengaruh Konflik Indonesia Belanda terhadap NKRI
C. Faktor yang memaksa Belanda keluar dari
Indonesia
Ada beberapa faktor sehingga Belanda akhirnya mengubur mimpi
mereka menguasai Indonesia kembali. Usaha yang mereka lakukan selama lebih
kurang 4 tahun tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Mereka menyadari bahwa
kekuatan bersenjata mereka tidak cukup untuk melumpuhkan pasukan Indonesia
secara total. Hal tsb diperparah dengan kecaman yang disuarakan oleh negara
negara lain. Bahkan Amerika Serikat dan Inggris yang merupakan 2 negara utama
dalam pasukan sekutu, mengecam tindakan Belanda.
Di dalam tubuh negara Indonesia sendiri, ternyata
negara-negara boneka yang dibuat oleh Belanda, lebih memilih untuk bersatu
dalam satu pemerintahan Indonesia. Maka jelas sudah bahwa tertutup kemungkinan
bagi Belanda untuk dapat menguasai wilayah Indonesia.
Baiklah, Demikian materi kali ini. Semoga dapat bermanfaat.
Jika Anda menyukainya mohon kiranya menyebutkan sumber atau link materi ke
website ini (www.ardiyansarutobi.blogspot.com).
Terimakasih. – Usaha Mempertahankan
Kemerdekaan Indonesia.